Evil Grin - Urban Legend Indonesia


Ketika aku berumur 12 tahun aku mempunyai seorang teman bernama brenda. Setiap pulang sekolah biasanya aku pergi kerumahnya untuk bermain bresama. Dia tinggal disebuah rumah besar dipinggiran kota.
Pada suatu hari, brenda tidak datang ke sekolah. Dia absen selama beberapa hari dan aku mulai heran kenapa brenda tidak masuk sekolah. Setelah brenda absen selama seminggu penuh, aku memutuskan untuk mengunjunginya.
Aku bersepeda menuju rumahnya dan tiba disana ketika hari nyaris gelap. Ketika aku menekan bel pintu, aku sungguh terkejut sebab tiba tiba saja pintu rumah terbuka.
Ibu brenda berdiri di depan pintu, namun ada yang nampak aneh dari dirinya. Matanya terlihat lebih gelap dari biasanya dan rambutnya dibiarkan terurai di pundaknya. Aku melihat dia sedang menggunakan mantel mandi. Dan hal yang paling aneh dari semua ini adalah caranya tersenyum padaku, senyuman itu tidak seperti senyuman ramah yang biasa dia berikan padaku, senyuman itu lebih mirip sebagai sebuah seringai.
Dia tidak mengucapkan sepatah katapun kepadaku. Dia hanya berdiri disana, menatapku dengan seringai yang cukup membuatku gugup.
“apakah brenda ada?” tanyaku gugup
Dia hanya memberiku isyarat agar masuk dan sebelum aku mengatakan sesuatu lagi, dia sudah melangkah masuk kedalam rumah yang entah kenapa pada saat itu dibiarkan dalam keadaan gelap. Aku melangkah masuk dan mencoba menyesuakian mataku dengan kegelapan ruangan, namun aku tidak tahu kemana dia pergi. Tidak lama kemudian aku mendengar sebuah senandung yang terdengar aneh dan aku mengikuti suara tersebut sampai kedapur.
Aku menemukannya disana, berdiri di depan wastafel dapur membelakangiku. Ketika aku memasuki dapur, senandung tersebut tiba tiba berhenti, menyisakan keheningan yang mencekam.
Aku duduk di meja dapur dan menunggu. Namun ibu brenda hanya diam, dan semua itu erasa sangat lama sekali. Selama lima menit aku hanya duduk, dan bertanya tanya apa yang sebenarnya telah terjadi.
Dan kemudian aku menyadari ada seusatu yang sangat ganjil.
Sepanjang waktu aku duduk, dia tidak bergerak sedikitpun. Dia tetap membelakangiku dan aku tidak bisa melihat wajahnya. Tanganyya terkulai disamping tubuhnya dan kepalanya tertunduk. Sesuatu yang tidak beres jelas jelas terjadi pikirku.
Aku kemudian berdiri dengan gemetaran dan mendekatinya. Namun ibu brenda tetap terdiam tidak bergerak sedikitpun. Dengan sangat perlahan aku mendekatinya dan mencoba melihat wajahnya untuk mengetahui apakah dia baik baik saja. Dan apa yang kulihat kemudian masih selalu terbayang bayang hingga sampai saat ini.
Matanya terbelalak lebar dan seperti menatap kosong dan seringai jahat nan lebar itu masih menghiasi wajahnya.
Aku sangat ketakutan melihat hal ini, aku tidak mampu untuk berada di dapur lebih lama lagi. Tanpa mengatakan sepatah kata lagi, aku segera berbalik dan berlari menuju pintu depan. Aku meloncat keatas sepedaku dan mengayuhnya secapat mungkin. Aku tidak pernah berhenti samapi benar benar sampai dirumah.
tidak lama kemudian sekitar lima hari setelah aku mendatangi rumahnya, aku mengetahui alasan kenapa brenda tidak masuk sekolah. Orang tuaku mengatakan bahwa telah terjadi sebuah kecelakaan tragis yang merenggut nyawa ibu brenda.
Orang tuaku mengabarkan berita sedih itu kepadaku dan membuat bulu kudukku berdiri semua. Aku tidak bisa berhenti menangis karena ketakutan. Mereka mengatakan bahwa ibu brenda tewas seketika dalam kecelakaan tersebut. Dan dimalam ketika aku mengunjungi rumahnya, brenda sedang ada di rumah neneknya menghadiri upacara pemakaman ibunya.
********
Beberapa tahun kemudian ketika aku sudah berumur 16 tahun, aku seringkali mencari penghasilan tambahan dengan bekerja sebagai babysitter saat weekend. Pada suatu malam, salah seorang temanku menelepon dan mengatakan padaku bahwa dia mengenal sebuah keluarga yang sedang sangat membutuhkan babysitter. Saat itu dia sedang sibuk dan bertanya padaku apakah aku tertarik untuk menggantikannya malam itu. Dia mengatakan padaku bahwa orang tuanya sangat baik, dan bayarannya lumayan, putri mereka yang berumur 3 tahun tidak pernah rewel dan amat mudah untuk diasuh. Saat itu aku tidak mempunyai hal penting yang harus aku lakukan maka aku menerima tawarannya.
Malam itu, aku pergi kerumah keluarga yang dimaksud dan bertemu dengan sang ibu. Namanya ruth, dan dia sedang bersiap untuk pergi kerumah salah satu orang temannya. Dia mengatakan padaku bahwa suaminya sedang ada dinas diluar kota dan memberikanku nomer telepon untuk berjaga jaga jika aku harus menghubunginya kemudian.
Semuanya berjalan sangat mudah dan lancar. Aku membuatkan makan malam untuk putri mereka, memandikannya dibathtub yang penuh dengan busa dan gelembung, dan kemudian memaikaikan bajun untuknya untuk segera tidur.
Saat itu menjelang tengah malam ketika kemudian aku mendengar pintu depan terbuka. Suara langkah kaki terdengar dilorong. Aku pikir hal ini agak aneh, mengingat aku tidak mendengar suara mobil berhenti didepan. Aku menoleh, dan dengan lega aku melihat ruth berjalan menuju ruang tamu dimana saat itu aku berada menonton TV.
Namun ruth bungkam, tidak mengatakan apapun kepadaku. Dia berjalan melaluiku. Aku sangat terkejut melihat betapa berbeda dirinya kini. Sesuatu mengenai matanya nampak berubah dan dia menyeringai lebar. Seketika aku merasakan semua bulu kudukku berdiri!
Aku tidak asing dengan seringai itu. Aku telah melihatnya sebelumnya, bertahun tahun yang lalu.

Ruth berada di meja makan dengan punggung menghadap adaku. Tangannya terkulai begitu saja disamping tubuhnya. Kepalanya nampak terkulai disisi kiri dari tubuhnya. Dia kini terdengar sedang bersenandung lirih.
“Ruth?”tanyaku gugup “Ruth, kamu baik baik saja?”
tidak ada jawaban
“Ruth? Kau sudah tidak hidup lagi bukan?”
hening tidak ada jawaban
Dengan tangan yang gemetar, aku mengemasi barang barangku dan segera beranjak meninggalkan ruangan. Ketika aku tiba dilorong aku membuka pintu depan rumah dan menengok keluar. Tidak ada mobil satupun terparkir diluar. Tiba tiba keheningan yang mencekam itu terpecah oleh suara telepon.
Aku tidak ingin mengangkatnya. Aku takut apa yang mungkin akan aku dengar. Untuk beberapa saat, tanganku hanya mencengkeram telepon. Dan kemudian aku mengangkat telepon dan meletakannya ditelingaku.
Aku sudah mengira siapa yang menelepon
Polisilah yang menelepon mengatakan bahwa ruth mengalami kecelakaan mobil satu jam yang lalu. Dia tewas seketika.
Air mataku mengalir membasahi pipiku seketika. Aku segera berlari menuju atas, kuambil putri ruth dari ranjangnya dan membungkusnya menggunakan selimut. Ketika aku turun, aku harus melewati pintu ruang tamu. Aku masih bisa melihat ruth duduk membelakangiku. Tanpa berpikir panjang lagi, aku segera berlari keluar dari rumah itu sambil menggendong putri ruth dilenganku.
Previous
Next Post »